Fardhunya wudhu'

Fardhunya wudhu' ada : 6

1. Niat


2. Membasuh wajah.Ukuran wajah mulai dari tempat tumbuhnya rambut sampai bawah janggut(ke atas-bawah).kedua pentolan telinga kiri dan kanan (kekanan-kiri)







3. Membasuh tangan sampai sikut









4. Membasuh kepala










5. Membasuh kaki sampai mata kaki











6. Tertib,Maksudnya tertib berarti berurutan tidak boleh dibalik-balik.Afwan (Safinatun-Najah)

Al Habib Muhammad Bin Ahmad Al Muhdor

Al Habib Muhammad Bin Ahmad Al Muhdor

Perawakannya tampan dan gagah, orang yang melihatnya pasti mengetahui kalau beliau memiliki charisma yang sangat besar.Dari wajahnya terpancar cahaya yang begitu hebat. Beliau adalah menantu dari seorang tokoh auliya di masanya, yaitu Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya). Hubungan antara keduanya begitu erat. Satu sama lain saling menghormati dan lebih memandang kelebihan ada pada yang lain. Menantu dan mertua sama-sama auliya.

Habib Muhammad Al-Muhdhor lahir di desa Quwaireh, Du’an Al-Ayman, Hadramaut, pada tahun 1280 H atau sekitar tahun 18633 M. Ayahnya, Al-Imam Al-Habib Ahmad bin Muhammad Al-Muhdhor, seorang ulama rujukan para ahli ilmu di zamannya. Beliau lahir di Ar-Rasyid Ad-Du’aniyah 1217 H dan wafat pada tahun 1304 H bertepatan dengan tahun 1886 M.
Lingkungan keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Itulah yang terjadi pada kalangan Alawiyin di Hadramaut masa itu hingga saat ini. Sebagaimana lazimnya pendidikan para Alawiyin di Hadramaut, Habib Muhammad mendapat bimbingan agama langsung dari ayahnya. Beliau mengkhatamkan Al-Qur’an dan belajar berbagai kitab keilmuan pada ayahnya. Beliau juga belajar kepada kakaknya, Al-Habib bin Ahmad Al-Muhdhor. Jika kita perhatikan kita dapat mengetahui, bahwa pendidikan para ulama bain alawi di Hadramaut menghasilkan sanad keilmuan dari seorang wali bin wali dan seterusnya, hingga bersambung kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.

Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)

Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)
Ulama yang Berjuluk Habib Neon
Dia salah seorang ulama yang menjadi penerang umat di zamannya. Cahaya keilmuan dan ahlaqnya menjadi teladan bagi mereka yang mengikuti jejak ulama salaf
Suatu malam, beberapa tahun lalu, ketika ribuan jamaah tengah mengikuti taklim di sebuah masjid di Surabaya, tiba-tiba listrik padam. Tentu saja kontan mereka risau, heboh. Mereka satu persatu keluar, apalagi malam itu bulan tengah purnama. Ketika itulah dari kejauhan tampak seseorang berjalan menuju masjid. Ia mengenakan gamis dan sorban putih, berselempang kain rida warna hijau. Dia adalah Habib Muhammad bin Husein bin Zainal Abidin bin Ahmad Alaydrus yang ketika lahir ia diberi nama Muhammad Masyhur.
Begitu masuk ke dalam masjid, aneh bin ajaib, mendadak masjid terang benderang seolah ada lampu neon yang menyala. Padahal, Habib Muhammad tidak membawa obor atau lampu. Para jamaah terheran-heran. Apa yang terjadi? Setelah diperhatikan, ternyata cahaya terang benderang itu keluar dari tubuh sang habib. Bukan main! Maka, sejak itu sang habib mendapat julukan Habib Neon …
Habib Muhammad lahir di Tarim, Hadramaut, pada 1888 M. Meski dia adalah seorang waliyullah, karamahnya tidak begitu nampak di kalangan orang awam. Hanya para ulama atau wali yang arif sajalah yang dapat mengetahui karamah Habib Neon. Sejak kecil ia mendapat pendidikan agama dari ayahandanya, Habib Husein bin Zainal Abidin Alaydrus. Menjelang dewasa ia merantau ke Singapura selama beberapa bulan kemudian hijrah ke ke Palembang, Sumatra Selatan, berguru kepada pamannya, Habib Musthafa Alaydrus, kemudian menikah dengan sepupunya, Aisyah binti Musthafa Alaydrus. Dari pernikahan itu ia dikaruniai Allah tiga anak lelaki dan seorang anak perempuan.

Biografi Habib Abdul Qodir bil Faqih

Hafal Ribuan Hadits
Di Kota Bunga, Malang, Jawa Timur, ada seorang auliya’ yang terkenal karena ketinggian ilmunya. Ia juga hafal ribuan hadits bersama dengan sanad-sanadnya.
Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Al-Alawy dilahirkan di kota Tarim, Hadramaut, pada hari Selasa 15 Safar tahun 1316 H/1896 M. Saat bersamaan menjelang kelahirannya, salah seorang ulama besar, Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf, bermimpi bertemu Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir Jailani. Dalam mimpi itu Syekh Abdul Qadir Jailani menitipkan kitab suci Al-Quranul Karim kepada Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf agar diberikan kepada Habib Ahmad bin Muhammad Bilfagih.

Pagi harinya Habib Syaikhan menceritakan mimpinya kepada Habib Ahmad. Habib Ahmad mendengarkan cerita dari Habib Syaikhan, kemudian berkata, ”Alhamdulillah, tadi malam aku dianugerahi Allah SWT seorang putra. Dan itulah isyarat takwil mimpimu bertemu Syekh Abdul Qadir Jailani yang menitipkan Al-Quranul Karim agar disampaikan kepadaku. Oleh karena itu, putraku ini kuberi nama Abdul Qadir, dengan harapan, Allah SWT memberikan nama maqam dan kewalian-Nya sebagaimana Syekh Abdul Qadir Jailani.”